Rabu, 19 Maret 2014

Pacu adrenalin ke puncak Bromo

 
Pandangan saya berkeliling. Di depan saya adalah samudera pasir yang seperti hamparan gurun tak bertepi. Bisikan pasirnya sampai ditelinga seolah mengucapkan salam. Disisi kanan, pelangi menyapa seakan mengucapkan selamat datang. Saya berdiri mematung, memandang puncak Bromo yang terus mengepulkan asap tebal berwarna kelabu serta beratap langit biru nan cerah.

***
 
Hardtop tidak boleh mendekat sampai ke kaki gunung, karena terdapat pancang-pancang besi yang membatasi kendaraan. Untuk naik, kita bisa berjalan kaki atau naik kuda. Ongkos naik kuda sendiri sangat variatif. Ada yang menawarkan Rp. 50.000, ada yang Rp.70.000, bahkan ada yang menawarkan ongkos Rp. 100.000. Namun bila ingin lebih dalam menikmati sensasinya, berjalan kaki menjadi pilihan yang tepat.
 
  
Udara dingin memaksa saya melilitkan syal dileher, menarik rapat-rapat kancing jaket dan sarung tangan. Mengenakan pakaian tebal, saya, dan beberapa kawan menuju kawah Bromo. Awalnya saya begitu bersemangat lantaran kontur yang dilalui landai. Tapi setelah berapa lama, rasanya kaki semakin berat diajak melangkah. Medan berundak-undak naik turun, ditambah dengan sinar matahari yang terik menerpa kulit dan tiupan angin yang membuat pasir berterbangan. Kita juga harus hati-hati dengan kotoran kuda yang banyak berserakan di jalan, jangan sampai terinjak. Beberapakali saya berhenti sekadar istirahat mengatur napas, hingga akhirnya sampailah di dasar ujung tangga menuju kawah Gunung Bromo. Di titik ini adalah tempat melepas lelah kita terakhir, sebelum menaiki ratusan anak tangga untuk sampai bisa dibibir kawah. Saya menyempatkan membeli secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh.

  
Konon katanya jumlah tangga di tempat ini berubah – ubah jika dihitung. Tapi sebaiknya, nikmati saja perjalanan pendakian ini daripada menghitung dan mengkalkulasikan jumlah anak tangga. Dengan degup jantung yang agak kencang dan langkah berat satu demi satu anak tangga berhasil dilalui. Ada yang memberi strategi untuk setengah berlari karena akan lebih cepat dan tidak terasa tekanan di tulang lutut. Ini berhasil, buktinya rekan saya sudah sampai ke puncak, sementara saya masih tertinggal di belakang dengan napas tersengal-sengal. Perjalanan menuju Puncak Bromo, memang bukanlah perjalanan yang mudah. Apalagi anak tangga dipenuhi debu pasir yang cukup licin, membuat pengunjung harus ekstra hati-hati. 

Tapi seakan tak kenal lelah, kaki saya terus melangkah. Mendebarkan sekaligus memesona. Sensasi itulah yang terasa saat saya harus menaiki ratusan anak tangga ini. Perjuangan tidak berhenti, saya harus meniti jalan sempit yang berbatasan dengan kawah. Sungguh memacu adrenalin. Pengunjung berjejal di bibir kawah, tanpa ada pengaman.  Ini yang membuat kawan saya lainnya tepar menyerah pada kondisi.
 
  
Hingga akhirnya, rasa pegal kedua kaki tertebus dengan pemandangan begitu indah dan spektakuler dari Puncak Bromo. Trekking yang melelahkan seolah terbayar lunas, letih pun sirna seketika. Saya berhasil menaklukan Puncak Bromo, objek yang telah mendunia dan popularitasnya di Jawa Timur menduduki peringkat pertama. Sesampainya di Puncak Bromo yang tingginya 2.392 m dari permukaan laut, saya dapat melihat kawah Gunung Bromo yang mengeluarkan asap dari dekat. Pasca erupsi, justru menjadi daya tarik tersendiri. Selain melihat kawah, jika melayangkan pandangan kebawah, kita juga bisa menyaksikan pengunungan di sekitar yang memagari lautan pasir yang menghijau dan terdapat sebuah pura di tengahnya. Benar-benar pemandangan luar biasa, sulit buat kamera untuk menceritakannya selain dengan sepasang mata. Di atas ini, saya melepas penat sekaligus menikmati karunia Ilahi.
 

Tunggu apa lagi? Siap bertualang dan pacu adrenaline Anda!
 
Proud being an Indonesian,
standarmiring

Tidak ada komentar:

Posting Komentar