Curug Silangit |
Perjalanan panjang memaksa saya untuk transit di
Purworejo, sebelum meneruskan ke tempat tujuan utama, Yogyakarta. Tapi, 5 jam di
Purworejo mau kemana?
***
Saya
lebih mengenal Magelang dengan Borobudur, Wonosobo dengan Dieng, Yogyakarta dengan
keluhuran budaya Jawa yang menonjol ataupun Karimun Jawa dengan wisata
baharinya. Belum pernah rasanya mendengar ada wisata andalan dari Purworejo.
Minimnya
informasi seputar daerah tujuan wisata, dan tidak adanya petunjuk arah yang
representatif membuat gaung industri pariwisata Purworejo diam ditempat. Seperti
itulah yang dialami Purworejo. Nampak tergagap-gagap dalam menggembangkan
potensi wisatanya. Karena selama ini hanya menjadi tempat lewat wisatawan yang
hendak berkunjung ke Yogyakarta.
Setidaknya
itu yang saya rasakan, bingung mau jalan ke mana. Tapi saya juga tidak mau
membuang kesempatan ini begitu saja, tak apa biar singkat asal bisa mencicipi
liburan di Purworejo.
Berbekal komunikasi
melalui telepon dengan teman-teman yang asli Purworejo, akhirnya saya putuskan
untuk menuju Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing. Katanya, di desa ini
memiliki curug yang menggagumkan bernama Silangit.
***
Setelah bertanya-tanya dengan warga sekitar, saya pun berangkat menggunakan angkot primkopol nomor 11 dari belakang Pasar Baledono, dan turun di balai Desa Somongari. Kemudian dilanjutkan dengan menyewa jasa ojek motor penduduk sekitar. Adalah Mas Toto, tukang ojek yang siap mengantar saya untuk melihat Curug Silangit. Orangnya ramah dan bersahabat. Terbukti, meski baru pertama bertemu, kami langsung akrab.
Setelah bertanya-tanya dengan warga sekitar, saya pun berangkat menggunakan angkot primkopol nomor 11 dari belakang Pasar Baledono, dan turun di balai Desa Somongari. Kemudian dilanjutkan dengan menyewa jasa ojek motor penduduk sekitar. Adalah Mas Toto, tukang ojek yang siap mengantar saya untuk melihat Curug Silangit. Orangnya ramah dan bersahabat. Terbukti, meski baru pertama bertemu, kami langsung akrab.
Meniti tanah berbatu |
Petualangan
dimulai dengan menyusuri hutan yang sempit, melintasi jembatan bambu hingga
meniti tanah berbatu yang terjal. Meskipun melalui medan berat, saya disuguhi atraksi alam
yang menakjubkan. Gemericik suara air kali, kicauan burung bersahutan dan
gemerisik gesekan dedaunan memanjakan mata dan telinga. Pepohonan rindang
menghasilkan udara sejuk yang membekap sepanjang perjalanan.
Melintasi jembatan bambu |
Karena
terlalu beresiko, motor yang kami tumpangi tidak dapat sampai di depan Curug dan harus berjalan
sejauh 50 m lagi. Suara aliran air bercampur wanginya tanah basah menyeruak
hidung menandakan sebentar lagi saya akan menikmati pemandangan yang terbentuk
oleh alam ini. Setelah berjalan selama ½ jam melalui anak tangga dan bebatuan
kali yang besar dan licin, sampai juga di Curug Silangit. Sejuk dan damai saat
memasuki curug setelah seperempat waktu perjalanan harus merelakan tubuh
diguncang-guncang. Butiran buih air yang menerpa kulit, dingin menyejukkan. Saya
pun membiarkannya menampar pipi.
Sayang
saya tidak bisa berlama-lama karena harus melanjutkan perjalanan ke
Yogyakarta. Ternyata, waktu 5 jam memang kurang untuk menyusuri dan
menikmati panorama alam Purworejo.
Gerimis
mewarnai sore itu, saya pulang dengan hujan-hujanan bersama Mas Toto. Tidak
hanya sampai Desa Somongari, tapi mengantar saya sampai kota. Beliau terharu
kedatangan tamu dari luar Purworejo. Karena selama ini memperoleh tamu hanya dari
wisatawan lokal yang berasal dari daerah setempat maupun wilayah-wilayah di
sekitarnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa banyak tamu yang datang.
Menurut
saya, Purworejo bukan tidak memiliki objek wisata andalan tapi karena
berdekatan dan mengapit Yogyakarta, keberadaannya menjadi tidak diperhitungkan.
Asal ditata ulang dan ditangani dengan serius, Purworejo bisa menjadi destinasi
wisata baru bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
Curug
Silangit adalah salah satu rahasia indah yang tersembunyi di Purworejo. Menelusurinya,
menyuguhkan pengalaman mengesankan.